Update

Filosofi Wallahu A’alam bis Showab*

Tuesday, 23 June 2015


Tradisi tawadlu’ adalah sifat yang diwariskan kuat oleh para ahlul ilmi yang bertranmisi dari Baginda Rosul shallohu alaihi wassalam. Hal ini menjadi salah satu ciri khas yang dimiliki oleh the founding fathers Nahdlatul Ulama, bahkan sampai kepada jamaahnya. Kita sering mendengar bahwa para Kiai NU itu sangat tawadlu’. Bahkan untuk urusan jabatan (para kiai terdahulu) berebut menolak dan mengutamakan orang lain.

Jika kalian pernah mondok di sebuah pesantren tentunya tidak asing dengan ucapaan Wallahu a’alam bis showab. Kepalang suka ketika mendengar untaian kata itu terlontar dari qori’ atau ustadz atau kiai. Itu menjadi pertanda bahwa pengajian usai.

Wallahu a’alam bis showab mempunyai arti “dan hanya Allah yang mengetahui kebenaran”. Sekilas hanya ungkapan biasa. Tapi muncul makna yang kuat. Adigium pamungkas itu berarti sangat mendalam, yang mungkin tak banyak orang sungguh memahaminya. Yaitu ketawdlu’an.

Krisis Pernikahan di Kalangan Pemuda*

Tuesday, 9 June 2015

Jika boleh mengibaratkan, ada dua instansi pemerintahan yang mempunyai persepsi berlawanan arus. Memercikkan butiran kebahagian dalam dua insan yang menyatu, KUA. Dan mengurai kesyahduan dalam bingkai kemesraan, Pengadilan Agama. Belum mudeng ya? KUA – Idkholus as-surur (memberikan kebahagian) dan PA – Ikhrojus as-surur (mencabut kebahagian). Itu hanya sebagian persepsi masyarakat yang saya bahasakan. Dalam kenyataanya tidak melulu seperti itu kog. Itu hanya persepsi bukan bukti. Toh setiap manusia boleh memberikan kesan, karena kesan tak bisa dipersalahkan. Orang bijak mengatakan “kita sering melihat hutan, bukan pohon”.

Setiap pernikahan pastilah sesuatu yang membahagiakan. Lalu apa arti nikah? Menurut KBBI, nikah adalah ikatan (akad) yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Secara bahasa adalah berkumpul dan bergabung. Seperti yang dijelaskan oleh Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini dalam kitab Kifayah al-Akhyar, dikatakan: nakahat al-asyjar, pohon-pohon tumbuh saling berdekatan dan berkumpul dalam satu tempat.

Dalam al-Quran sendiri, kata nikah kadang digunakan untuk menyebut akad nikah, tetapi kadang juga dipakai untuk menyebut suatu hubungan seksual. Contoh dengan arti akad nikah: fankihu maa thoobalakum... (an-Nisa’: 3)  sedangkan yang memiliki arti hubungan seksual: faain thollaqoha falaa tahillu lahu min ba’di hatta tankiha... (al-Baqarah: 230). Lalu bagaimana membedakan antara nikah yang bermakna akad nikah dan nikah yang berarti hubungan seksual?

Cerpen Oh Cerpen*

Monday, 8 June 2015


Sebuah SMS muncul dan mengejutkanku saat kongkow di warung kopi langganan, Jopok. Sudah menjadi kebiasaan bagiku menghabiskan sebagian 24 jam untuk duduk dan serawungan di Jopok, walau seringnya ngerasani. Mulai dari yang sepele hingga permasalahan elit di negeri ini. Semua kami tumpah ruahkan di atas meja persegi empat bersama kopi, Jopok.

Nada dering singkat berbunyi, sepertinya familiar sekali suara itu. Kutenggok Hpku yang retak membentuk tiga garis menyebar, vertikal dan horizontal tepat di tengah layarnya. Meski sering jatuh dari pelukakanku, hp ini tampak selalu kuat dan tegar. Baru kali ini dia luka, mungkin dia protes dan lelah hingga berani melukai dirinya, sebagai bentuk protes terhadapku.

Satu pesan diterima, ujar Hpku. Seakan masih tetap setia melayaniku meski dalam luka. Cepat kubuka SMS itu. “Jangan lupa, tanggal 26 jadwal kamu menulis cerpen.” Asemm, ujarku dalam hati. Ini pasti Si-penadah tulisan. Benar dugaanku, dia, Semar. Pesan itu tak segera aku balas agar keamanan diriku terjaga dari terornya.

Menciptakan Kloning Gus Dur*

Sunday, 3 May 2015


Judul Buku          : Mata Penakluk Manakib Abdurrahman Wahid
Penulis                : Abdulloh Wong
Pnerbit                : Expose, Jakarta
Cetakan               : Pertama, 2015
Tebal buku           : 295 halaman
ISBN                     : 978-602-7829-24-4
Harga buku           : 54.000,-

Hampir semua pemimpin memiliki masa lalu pelik dalam hidupnya. Entah memang sudah rencana Tuhan demikian rupa sebagai suratan dalam menapak kehidupan. Abdurrahman ad-Dakhil bisa disebut sebagai satu contoh. Sebelum ia dikenal sebagai guru bangsa, sekaligus bapak pluralisme Indonesia –tokoh penuh kontroversi-, dia memiliki masa lalu yang pilu dan berliku. Sudah banyak lembaran sejarah yang dikodifikasi tentang ad-Dakhil ini. Namun belum banyak yang meraciknya dalam balutan cerita sarat emosional.

Tak heran, ketika Abdulloh Wong –seorang seniman- mengimplementasikan mata hatinya untuk menyusun kata demi kata dalam mengisahkan Gus Dur muda. Terbukti dengan diksi “aku” menjadi pilihan yang berani sebagai subyek yang mewakili cucu Hadratus Syaikh itu. Tak banyak buku novel biografi, mungkin hanya ini satu-satunya novel Biografi tentang Gus Dur.

Hal itulah yang menjadikan Abdulloh Wong harus melakukan riset seluruh buku tentang Abdurrahman ad-Dakhil dan melakukan rihlah mistis ke makam para Ulama, termasuk pesarean di Pesantren Tebuireng. Bahkan untuk mengambarkan ihwal Gus Dur muda secara ciamik, Wong menutup matanya dengan kain hitam untuk merasakan keadaan psikis bapak presiden ke-4 RI itu dalam menjalani kesehariannya.

Maaf, Saya Mengumpat (Lagi)*

Sunday, 12 April 2015


Beberapa hari yang lalu saya sempat membaca koran Jawa Pos edisi 02 April 2015 dalam rubrik opini. Tulisan itu berjudul “Maaf, Saya Mengumpat”. Menurut si penulis, sejatinya kata-kata yang kita anggap jorok atau terkesan kasar seperti bangsatbajingan tidak memiliki konotasi negatif pada awalnya. Namun seiring perkembangan zaman kata-kata itu mengalami pelebaran dan menjadi ungkapan populer untuk mengekspresikan kekecewaan terhadap sesuatu.

Bangsat dalam terminologi jawa adalah hewan Tinggi (binatang yang menghisap darah) yang sering kali berdomisili di kasur atau kursi-kursi kayu yang lembab, biasanya sering ditemukan di kursi warung makan. Hewan kecil dan bau ini sering kali menghisap darah tanpa pangestu dari si-empunya. Biasanya, bangsat akan meninggalkan kesan berupa benjolan besar pada area tubuh yang berhasil dihisapnya. Mungkin sikapnya yang kurang ajar, sering menghisap darah seperti vampir, tanpa izin, sehingga dijuluki bangsat. Entahlah!

"Lima" Rintihan Imam as-Syafii*

Friday, 10 April 2015


Imamuna as-Syafii (Rahimahullah) setidaknya pernah mengeluhkan dua hal dalam hidupnya. Pertama, kesukaaran (Difficulty) dalam menghafal yang kemudian dikonsultasikan pada guru spiritualnya, Imam Waqi’. Untuk mencapai derajat kesempurnaan dalam menghafal tinggalkanlah maksiat. Ucap imam Waqi’ pada Imam Syafii (Syakautu ilal Waqi’ an Suui Hifdzi wa Arsyadani ilaa Tarkil Ma’ashii).

Kegundahan Imam Syafii terbantah! Orang Barat atau Western People, kenapa dalam ranah keilmuan lebih progresif dan unggul padahal mereka setia pada kemaksiatan ketimbang para santri yang senantiasa merawat dirinya dengan tirakat, wirid dan semacamnya? Jawabannya adalah satu, bahwa usaha lahiriyah orang barat lebih serius dan intens ketimbang para santri yang lebih banyak bersantai ria dan hanya menggandalkan usaha spiritualitas lalu berharap ketiban ilmu laduni tanpa perlu menelaah keilmuan dengan khusyuk.

Si-Rahmat, Kunci Surga*

Tuesday, 17 March 2015


Pada suatu ketika seorang tamu mendatangi kediaman Rosululloh. Diketuklah pintu rumah Rosul dan mengucapkan salam. Lalu Rosul datang dan membuka pintu rumahnya sambil menjawab salam dan melihat seorang tamu berdiri di depan pintunya dan Rosul mempersilahkan tamu tersebut untuk masuk. Setelah di persilahkan duduk, si tamu ini lantas bercerita kepada Rosululloh.

Ketika aku turun dari langit, aku melihat seorang hamba yang tinggal seorang diri di atas sebuah gunung. Gunung ini berukuran kecil menjulur sepanjang 4 km ke seluruh penjuru arah. Sehingga luas gunung membentang 4km ke arah utara, selatan, timur, barat dan terletak di tengah-tengah lautan, dikelilingi oleh hamparan laut yang sangat luas.

Berbagai jenis tanaman yang hijau nan indah tumbuh subur di gunung itu. Ditengahnya terdapat sumber air yang sangat jernih dan mengalir ke seluruh penjuru gunung, tempat yang biasanya dipakai hamba ini untuk mandi setiap harinya. Tepat di sebelah sumber air itu tumbuh  buah delima yang segar dan lezat.

Suasana semakin terasa tenang dan sang tamu masih melanjutkan ceritanya, seorang hamba ini telah beribadah 500 tahun di atas gunung seorang diri. Keseharianya hanya untuk beribadah kepada Allah. Setiap sore hamba ini mandi di sumber air yang jernih, dan setiap selesai mandi dia makan buah delima yang tumbuh di dekat sumber tersebut. Pasca mandi dan makan, hamba ini melanjutkan ibadahnya hingga wakt sore muncul kembali. Hidupnya hanya melakukan sholat, berdzikir, bersujud, menghamba dan peribadatan pada Allah lainya. Hingga kegiatan sang hamba dilakukan terus dan terus seperti itu selama 500 tahun tanpa henti.
 

Most Reading

Sidebar One