Tahun 1924, Abd Al-Aziz Ibn Sa’ud menguasai
Semenanjung Arab dari Syarif Husin. Makkah dan Madinah menjadi daerah suci yang
turut dikuasainya. Dalam kekuasaanya, raja baru Arab ini mencetuskan beberapa
paham dan praktik agama yang tidak sesuai dengan paham Ahlu Sunnah wal Jamaah
yang dianut para ulama di Indonesia. Dibentuklah komite Hijaz.
Komite Hijaz menjadi wadah perwakilan Indonesia
ketika penguasa baru Arab mengadakan muktamar Internasional dengan mengundang
para ulama’ dari berbagai negara guna membahas praktik keagamaan. Ketika itu
pemerintahan Abd Aziz Ibn Saud berada dalam doktrin Muhammad Ibn Abd Al-Wahhab
yang kemudian menciptakan putusan-putusan kontroversi.
Diantaranya, pemerataan makam para sahabat dan
Ma’la yang didalamnya terdapat makam para sahabat seperti Sayyidah Khodijah,
Asma Bintu Abu Bakar, Abdulloh Bin Zubair, dan makam-makam para Ulama’ seperti
makam Imam Syafi’i, tempat menggajar Imam Syafi’i, dan situs-situs sejarah yang
lainya. Larangan bermadzhab dalam praktik beragama dan paling ekstrem
membongkar makam Hadratur Rasul Muhammad, Abu Bakar dan Umar.
Putusan tersebut menuai respon dari Ulama’ Indonesia, ketika itu KH. Wahab Hasbulloh menjadi delegasi yang nunut dalam pemberangkatan bersama Komite Hijaz. Namun ditengah proses pra-pemberangkatan nama Yai Wahab dicoret karena dianggap Kiai pesantren tak memiliki organisasi.
Putusan tersebut menuai respon dari Ulama’ Indonesia, ketika itu KH. Wahab Hasbulloh menjadi delegasi yang nunut dalam pemberangkatan bersama Komite Hijaz. Namun ditengah proses pra-pemberangkatan nama Yai Wahab dicoret karena dianggap Kiai pesantren tak memiliki organisasi.
Akhirnya, para kiai Indonesia yang turut serta
dalam Komite Hijaz merasa perlu dan urgent membentuk organisasi Ahlu Sunnah wal
Jamaah di Indonesia. Dikumpulkanlah para Kiai dan bermusyawarah guna membentuk
organisasi berhaluan Aswaja di Indonesia. Lantas terbentuklah Nahdlatul Ulama’
pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya. Yang kemudian atas nama NU mengutus
beberapa Kiai yang didalamnya ada KH. Wahab Hasbulloh untuk berangkat menuju
Jeddah menyampaikan aspirasi mereka.
Sampai di Jeddah, disambut oleh Abd Aziz dan
berdialog yang isinya menyampaikan aspirasi mereka : Pertama, meminta
agar para tamu Allah, baik yang Umrah atau Haji selama berada di Makkah,
Madinah dan Jeddah diberi kebebasan beribadah sesuai dengan madzhab
masing-masing. Kedua, imam dan khotib Masjid Haramain digilir, misalkan
seminggu Madzhab Maliki, minggu depan Maliki, minggunya lagi Syafi’I dan
kemudian Hambali. Ketiga, Mohon makam Hadratur Rasul, Abu Bakar dan Umar
jangan dibongkar. Namun hanya permohonan ketiga yang dikabulkan oleh Abd Aziz.
Nahdlatul Watan dan Taswirul Afkar
Dua embrio yang dipelopori oleh KH. Wahab
Hasbulloh pada tahun 1916 itu menjadi cikal bakal Nahdlatul Ulama berdiri. NU
sebagai organisasi memang dimulai pada tahun 1926 itu. Tapi NU sebagai komunitas
sudah jauh sebelum NU lahir. Yaitu para ulama’ yang menganjurkan dan
mengajarkan paham Aswaja yang memiliki pesantren di berbagai belahan Nusantara.
Merekalah yang berjasa besar dalam mencerdaskan masyarakat nusantara.
Nahdlatul Watan sendiri adalah luapan inspirasi
Yai Wahab Hasbulloh yang sedang gencar-gencarnya menanamkan jiwa organisasi
pada umat Islam. Gampangnya beliau ingin mendirikan organisasi santri. Pada tahun
1914 Yai Wahab matur pada KH. Hasyim Asyari untuk membentuk organisasi
namun masih belum diizinkan. Sebagai alternatif maka dibentuklah Nahdlatul
Watan.
Berawal dari trauma yang sempat dicoret karena
dianggap kyai pesantren tidak memiliki organsisasi, Yai wahab benar-benar
mempersiapkan para santri untuk memiliki jiwa berorgansiasi. Sehingga nantinya
para santri tidak diremehkan lagi dan mampu turut berpartisipasi dalam
kemaslahatan umat.
Para kiyai praktis berpikir ketika itu, apabila
komunitas NU mampu di tandhim atau diatur tentunya akan
memberikan maslahat yang lebih tampak dan nyata dalam berkhidmah. Sayyidina Ali
bin Abi Tholib ngendiko, “Yang batil saja bisa mengalahkan yang haq
apabila yang batil ini ditata dengan rapi dan yang batal tidak.” Maka jamaah
komunitas NU yang ada dimana-mana ini diwadahi dalam organisasi yang bernama
Nahdlatul Ulama. Dan KH. Muhammad Hasyim Asyari menjadi Rais Akbar.
Qanun Asasi
Dalam langkah selanjutnya, Hadratus Syaikh
Hasyim Asyari menyusun Qanun Asasi yang nantinya akan dijadikan prinsip dasar
Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Qanun Asasi berarti undang undang atau anggaran dan
asasi berarti dasar, anggaran/undang-undang dasar. Setelah itu Yai Hasyim
adalah orang pertama yang menuliskan muqaddimah sebagai runtutan awal sebelum
Qanun Asasi itu dibentuk. Qanun Asasi ini sebenarnya adalah patokan strategis
untuk NU guna melandingkan agama di Indonesia.
Lantas untuk apa Qanun Asasi ini dibentuk?
Apabila NU tidak memiliki Qanun Asasi maka NU tidak akan memiliki hak badan
hukum (Rechtspersoon). Dan Rechtspersoon ini diperoleh NU pada tanggal 6
Februari 1930. Setelah memperoleh pengesahan dari pemerintahan Belanda
muqaddimah Qanun itu kemudian dipidatokan kembali oleh Yai Hasyim. Ada beberapa
poin penting yang ditulis oleh KH. Hasyim Asyari diantaranya: Iman dan Takwa, Persatuan
diantara kaum muslimin dan kehidupan bermadzhab. Oleh karena itu apa yang
tercantum dalam mukaddimah tersebut dalam keadaan apapun tidak dapat diganti.
Sekalipun ratusan kali muktamar, tetap tidak boleh diganti.
89 Tahun
Nahdlatul Ulama adalah organisasi Islam yang
mampu menyinergikan agama dengan budaya lokal serta nasionalisme. Kultur yang
moderat dan toleransi menjadi pilar utama dalam menggarungi pluralisme
masyarakat Indonesia. Kini diumurnya yang menginjak angka 89 NU menghadapi
tantangan yang semakin susah, salah satunya adalah membentengi jamaahnya dari
ideologi transnasional, salah satunya radikalisme dan tentunya masalah klasik,
kemiskinan.
Pada dasarnya, NU menerapkan kearifan lokal
untuk menanamkan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu Islam yang diterapkan di
Timur Tengah tidak bisa diterapkan secara mentah-mentah di tanah nusantara.
Pola pikir Islam yang menyatu dengan kearifan lokal ini yang tidak dimiliki
oleh paham keagamaan yang lain. Sehingga perlu adanya pelestarian ahlus sunnah
wal jamaah yang moderat dan toleran.
Hal ini terbukti mampu menjadikan NU sebagai
acuan bagi negara lain dalam menerapkan Islam yang damai. Sejumlah negara
seperti Afganistan dan Irak meminta NU berbagi ilmu terkait pengembangan Islam
di tengah bingkai negara kesatuan.
Namun diluar prestasi itu, NU juga menghadapi
tantangan berat yang hingga saat ini belum terselesaikan. Massa NU yang
tersebar di seluru penjuru nusantara sebagian besar dalam keadaan miskin. Tak
heran apabila kemiskinan yang tak terselesaikan ini dikhawatirkan mampu
mempengaruhi kejiwaan masyarakat NU terlebih dalam hal ideologi atau paham
keagamaan yang tersebar bebas di Indonesia yang memberikan iming-iming harta
dan kemapanan bagi pengikutnya.
Hal senada juga mampu mempengaruhi kejiwaan
massa NU yang terhimpit beban ekonomi untuk melakukan tindakan radikal. Rosul
pun bersabda, kemiskinan mendekatkan pada kekufuran. Otomatis, asal perut
terpenuhi dan kenyang, bukan masalah lagi untuk menukar ideologi demi lepas
dari jerat kemiskinan.
Di hari lahir NU pada tanggal 31 Januari 2015
besok, patut kita nanti gerakan terstruktur dan masif. Semoga di ulang tahunnya
besok NU semakin berkembang dan terus berevolusi menjadi lebih baik, khususnya
dalam mensejahterakan jamaahnya dan menjaga umatnya. #HOPE (Disadur dari
berbagai sumber)
*Dari manusia yang fakir akan ilmu dan
pemahaman, M. Septian Pribadi. Selamat Ulang Tahun wahai Nahdlatul Ulamaku,
semoga Allah senantiasa memberikan yang terbaik untukmu. @Pesantren Tebuireng
Jombang, 30 Januari 2015.
No comments:
Post a Comment