Pada suatu ketika seorang tamu
mendatangi kediaman Rosululloh. Diketuklah pintu rumah Rosul dan mengucapkan
salam. Lalu Rosul datang dan membuka pintu rumahnya sambil menjawab salam dan
melihat seorang tamu berdiri di depan pintunya dan Rosul mempersilahkan tamu
tersebut untuk masuk. Setelah di persilahkan duduk, si tamu ini lantas
bercerita kepada Rosululloh.
Ketika aku turun dari langit, aku
melihat seorang hamba yang tinggal seorang diri di atas sebuah gunung. Gunung
ini berukuran kecil menjulur sepanjang 4 km ke seluruh penjuru arah. Sehingga
luas gunung membentang 4km ke arah utara, selatan, timur, barat dan terletak di
tengah-tengah lautan, dikelilingi oleh hamparan laut yang sangat luas.
Berbagai jenis tanaman yang hijau nan
indah tumbuh subur di gunung itu. Ditengahnya terdapat sumber air yang sangat
jernih dan mengalir ke seluruh penjuru gunung, tempat yang biasanya dipakai
hamba ini untuk mandi setiap harinya. Tepat di sebelah sumber air itu
tumbuh buah delima yang segar dan lezat.
Suasana semakin terasa tenang dan sang
tamu masih melanjutkan ceritanya, seorang hamba ini telah beribadah 500 tahun
di atas gunung seorang diri. Keseharianya hanya untuk beribadah kepada Allah.
Setiap sore hamba ini mandi di sumber air yang jernih, dan setiap selesai mandi
dia makan buah delima yang tumbuh di dekat sumber tersebut. Pasca mandi dan
makan, hamba ini melanjutkan ibadahnya hingga wakt sore muncul kembali.
Hidupnya hanya melakukan sholat, berdzikir, bersujud, menghamba dan peribadatan
pada Allah lainya. Hingga kegiatan sang hamba dilakukan terus dan terus seperti
itu selama 500 tahun tanpa henti.
Suatu ketika hamba yang ahli ibadah
ini berdo’a pada Allah dalam sujud malamnya. Dia berdo’a agar di akhir hidupnya
nanti dicabut dalam keadaan sedang bersujud dalam shalat. Tibalah ajalnya dan Allah
mengabulkan do’a hamba saleh ini sesuai permintaanya.
Setelah meninggal, Abid ini diantar oleh malaikat menghadap Allah
guna menimbang amalnya, apakah dia akan dimasukkan dalam surga atau neraka.
Sesampainya di hadapan Allah, Allah berkata pada malaikat yang mengantarnya
untuk memasukkan hamba ini langsung ke dalam surga tanpa hisab. Mendengar itu,
abid ini muncul sedikit rasa tidak terima, lalu dia minta pada Tuhanya untuk
menerapkan sistem penimbanggan amal yang selama 500 tahun dilaluinya.
Allah tetap bersikukuh untuk langsung
memasukkan hamba ini langsung ke dalam surga, namun hamba ini tetap ngotot
ingin ditimbang amal ibadahnya semasa hidup. Akhirnya Allah berkenan menakar
dengan dua pemberat, amal ibadah hamba tersebut dan rasa syukur atas nikmat Allah
terhadapnya. Kemudian malaikat diperintah Allah untuk mengambil mata si-abid
sebagai lawan timbang atas hasil jerih payahnya dalam beribadah.
Diletakkanlah mata abid di sisi kiri
dan amal ibadah di sisi kanan. Mengejutkan, timbangan timpang. Mata sebagai perwakilan
berupa syukur lebih berat dari amalannya selama 500 tahun. Apakah ibadah abid
ternyata tidak sepadan jika dibandingkan nikmat berupa mata yang telah
diberikan padanya?
Melihat keadaan yang demikian, abid
tersentak kaget dan merasa sangat bersalah. Ternyata ibadah yang selama ini dia
lakukan bukanlah menjadi hal yang paling utama baginya untuk masuk surga. Lantas
Allah memerintahkan malaikat untuk membawanya ke dalam neraka karena merasa
ketekunan ibadahnya adalah alasan dirinya masuk surga. Singkat cerita ketika
abid ini hendak dibawa malaikat menuju neraka, si abid berubah pikiran dan
mengatakan bahwa amalnya bukanlah menjadi sebab dia masuk surga, sesungguhnya
karena rahmatmu wahai Tuhanku, aku bisa masuk kedalam surga.
Allah kemudian memanggil abid itu
kembali kehadapanya dan berkata, bagaimana mungkin engkau berpikir bahwa dirimu
masuk surga karena ibadahmu? tahukah engkau dari mana kau dapatkan mata itu
sehingga engkau bisa berjalan dengan baik, sadarkah engkau dari mana kau
peroleh kekuatan sehingga bisa beribadah selama 500 tahun tanpa henti?,
ingatkah engkau dari mana kau peroleh nikmatnya buah delima dan segarnya air
yang selama ini engkau gunakan untuk mandi? pahamkah engkau siapa yang telah
mengabulkan do’amu agar engkau mati dalam keadaan sujud ?,
Hamba tersebut mengerti dan sadar,
bahwa kemampuanya dan segala perbuatanya dalam ibadah bukanlah satu-satunya
alasan utama untuk meraup nikmat surga. Masih ada rahmat Allah yang menjadi
faktor utama seorang hamba, apakah dia masuk surga atau neraka.
Tentu melalui ibadah dan berbuat baik
adalah wasilah seseorang untuk mendapatkan kenikmatan surga. Sedangkan berbuat
maksiat adalah wasilah seseorang untuk mendapatkan ganjaran panasnya api
neraka. Karena Allah telah berjanji dalam Al-Qur’an tentang semua itu, Allah
tak akan pernah mengingkari janjinya.
Lantas timbul sebuah pertanyaan, siapa
yang akan memperoleh rahmat Allah kelak? rahmat yang menjadi sebuah kunci utama
untuk membuka gerbang surga yang dipenuhi kenikmatan yang tak terbayangkan
hebatnya. Melalui kitab Magnumopus, Tuhan menjelaskan dalam surat Al-A’raf ayat
56: “Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang
yang berbuat baik.”
Selain itu Allah juga
menjelaskan tentang siapa yang akan memperoleh rahmat-Nya nanti, apakah mereka
yang hanya berbuat baik, atau mereka yang berbuat buruk atau kedua-duanya ? Allah
menjawabnya dalam surat Al-Im’ran ayat 74 : “Allah menentukan
rahmat-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah mempunyai karunia yang
besar.”
Dua ayat tersebut memberikan kita pertanda
bahwa rahmat Allah diberikan pada orang-orang yang berbuat baik dan orang-orang
yang dikehendaki Allah. Lantas dua jalan ini memiliki sisi amaliyah yang
bertolak belakang. Satu jalan mengatakan dengan berbuat baik (memilik sasaran
yang jelas), satu jalan yang lain adalah mereka yang dikehendaki Allah
(memiliki sasaran yang belum jelas). Bagaimana kita tahu apakah kita ini
termasuk yang dikehendaki Tuhan atau tidak. Oleh karena itu memilih jalan yang
paling aman dengan memilih berbuat baik adalah hal yang tepat untuk diterapkan
guna memperoleh si-rahmat, kunci surga.
*Disarikan dari Pengajian Rutin Senin malam Selasa,
Gus Jamal di Pesantren al-Muhibbin Tambak Beras, Jombang.
No comments:
Post a Comment