Judul buku : Mereka Bunuh Munir
Penulis: Eko Prasetyo dan Terra Bajagrhosa
Tahun terbit : 2014
Penerbit : Kontras dan Social Movement Institute
Penerbit : Kontras dan Social Movement Institute
Harga : Rp.35000
Aktivis pejuang Hak Asasi Manusia (HAM), Munir, berandil besar dalam
perjuangan menegakkan keadilan dan kemanusiaan di tengah otoriterisme
pemerintah Indonesia. Dalam berbagai aksi, Munir menjadi pioner sekaligus
inspirasi bagi kaum tertindas untuk merebut keadilan dan demokrasi yang pro
rakyat.
Komik “Mereka Bunuh Munir” mengisahkan kronologi pembunuhan sang aktivis
HAM ini. Tanggal 6 September 2004 , Munir diantar oleh rombongan keluarga ke
bandara Soekarno-Hatta, kemudian lepas landas menuju Amsterdam untuk
melanjutkan studi.
Keberangkatan yang juga menjadi awal petaka kematian Munir tersebut dihiasi
oleh kejadian-kejadian janggal di bandara. Menjelang Munir check in, kamera
cctv mati dan tidak ada adegan yang bisa digambar. Anehnya, kamera cctv mati waktu
itu mencapai 58 dari 60 kamera dan lainya sengaja dimatikan atau rekaman
sengaja dihapus.
Beberapa waktu sebelum keberangkatan Munir, Pollycarpus berkali-kali
menelpon ke rumah apa Munir jadi berangkat naik Garuda? Dan ketika saya bilang
jadi berangkat kemudian ia diam. Ujar Suciwati, Istri Mendiang Munir.
Kecurigaan semakin terendus ketika pemimpin Kontras ini (Komisi
untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan setelah berpisah dengan
rombongan, bertemu dengan seorang pilot yang berjabat tangan dan mengenalkan
diri.
Setelah take off, penerbangan Garuda GA-974 meluncur ke udara menuju
Amsterdam. Ditengah perjalanan seorang pramugari menawarkan sajian kepada
Munir. Dia memesan mie goreng dan jus jeruk. Tak lama kemudian pesawat transit
di Bandara Changi, Singapura.
Seorang penumpang dengan pesawat yang sama, Ibu Drupadi mengatakan, ketika
itu wajah munir sangat pucat. Itu kira-kira jam setengah dua belas malam.
Sesungguhnya saya mau mendekat, tapi Munir sedang berbicara dengan dua orang
penumpang yang mau ke Amsterdam.
Pasca transit, pesawat kembali mengudara. Munir yang awalnya duduk di kelas
bisnis kembali ke kelas ekonomi. Dia mulai mutah dan berkali-kali keluar masuk
toilet.
Seorang pramugari melaporkan pada kapten pesawat bahwa ada penumpang yang
sedang kesakitan. Lalu kapten menanyakan apakah ada penumpang yang bisa bantu.
Dan akhirnya ada seseorang yang mengaku dokter, memeriksa kondisi
Munir dan menyuntikkan injeksi untuk menyembuhkannya. 3 jam sebelum Amsterdam,
Munir menghembuskan nafas terakhirnya di dalam pesawat.
Kematian Munir terasa memilukan, tim Investigasi menduga karena
adanya zat arsenik logam berat yang berada diatas tingkat kewajaran dan
mematikan di dalam tubuh Munir. Kemungkinan racun dibubuhkan melalui makanan dan
minuman yang diberikan kepada Munir. Ditambah lagi, racun arsenik itu
akan tambah makin parah kalau diberi injeksi dokter.
Komik tanpa nomer halaman ini adalah karya seni yang unggul. Menggabungkan
keterampilan menggambar, cerita dan memiliki pesan dari gambar dan cerita
tersebut. Komik ini tidak hanya berkisah tentang Munir tapi bertutur tentang
bagaimana nasib seorang pejuang HAM yang selalu saja dihadang oleh kekuasaan
yang impunitas, salah satunya DOM. Selamat
membaca!
*)Resensor : Muhammad Septian Pribadi, aktif di Tebuireng Media Grup dan
Sanggar Kepoedang (Komunitas Penulis Muda Tebuireng)
No comments:
Post a Comment