Judul buku: Gus Dur Dan Sepakbola
Penulis: Mustiko Dwipoyono,
dkk
Penerbit: Imtiyaz
Cetakan: I, September 2014
Tebal: 183 Halaman
Rabu, 30 Desember 2009 menjadi hari yang tidak akan pernah dilupakan oleh
bangsa Indonesia, tepat pukul 18.45 sosok kontroversial yang dibenci sekaligus
dicinta KH. Abdurrahman Wahid menghembuskan nafas terakhir di RS Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.
Selepas kepergian sang “Guru Bangsa”, rakyat Indonesia merasa sangat
kehilangan. Berbagai program dan kegiatan yang berhubungan dengan GD ramai
bermunculan sebagai wujud rindu dan cinta. Misal, komunitas Gus Durian, seminar
pemikiran Gus Dur, ziarah makam GD, Haul GD, buku-buku seputar GD juga turut
bermunculan. Salah satunya Gus Dur dan Sepakbola.
Sepak bola adalah olahraga terpopuler di jagat raya saat ini. Setiap Benua,
negara, provinsi, bahkan tingktan desa memiliki tradisi sepak bola. Tak heran
apabila animo masyarakat terhadap olahraga ini sangat luar biasa. Ibarat satu
daya magnetik besar bagi setiap elemen masyarakat. Tidak pandang dia kaya atau
miskin, tua atau muda, pria atau wanita, sepak bola tetap bisa dinikmati oleh
siapapun.
Lebih dari itu, sepak bola tidak sekedar berlari dan menendang bola, teknik
dan strategi bermain menjadi hal yang tidak terpisahkan dan menarik untuk
dianalisa. Catenaccio, total football, hit and rush adalah beberapa teknik yang
diterapkan di atas lapangan hijau. Tak heran seorang pelatih dituntu
memenangkan perdebatan mengenai strategi, kalau ingin sukses dalam kompetisi
akbar seperti piala dunia.
Lalu apa hubungan Gus Dur dan sepak bola? Sebagian orang mungkin memahami
Gus Dur adalah budayawan, politisi, kiai, cendikiawan,ulama, intelektual. Namun
sedikit yang tau bahwa GD adalah seorang gibol (gila bola) dan pengamat jeli
serta tajam. Gus Dur hafal betul jatidiri pemain berikut nomer punggungnya, ia
juga memahami spesialisasi taktik pelatih, hingga fakor internal dan eksternal
sebuah kesebelasan. Hal ini terbukti dengan jelinya tulisan-tulisan Gus Dur
menghiasi media massa semenjak tahun 1982-2000.
Gus Dur tidak mahir dalam menggolah kulit bundar, tapi beliau fasih benar
kalau sudah ngomong sepak bola. Bahkan sering lupa waktu. Di antara kiai yang
sanggup mengimbangi pengetahuan Gus Dur tentang sepak bola adalah KH. Sya’roni
Ahmadi, Kudus. “Kalau Gus Dur ketemu Kiai Sya’roni dan bicara tentang si kulit
bundar, bisa betah berjam-jam,” tutur Gus Mus. Rais Aam Syuriyah PBNU ini juga
mengenang bahwa Gus Dur selalu bersemangat mengamati dan menganalis permainan
sepak bola manakala di Mesir. (Halaman 163)
Demokrasi Total Football Bersama Gus Dur
Kecerdasan Gus Dur dalam memahami bola sangat luar biasa. Analisa strategi
setiap kesebelasan diterapkan dalam kehidupan berpolitik. Salah satunya adalah
demokrasi Total Football ala Gus Dur. Menurutnya proses demokrasi di Indonesia
perlu menerapkan strategi total football untuk mencapai demokrasi yang
sesungguhnya.
“Strategi total football harus diterapkan secara kreatif dalam kehidupan
kita sebagai bangsa. Dalam satu hal, kita menggunakan strategi catenaccio,
sedang dalam hal lain strategi hit dan run. Bahkan, kadang kita menggunakan
strategi total football dan siapa tahu kita juga memeragakan bola Samba
kesebelasan Brasil.” (Halaman 155)
Bukti kecerdasan Gus Dur dalam aplikasi total footbal adalah strategi
pertahanan grendel (catenaccio) ketika Pansus Bulog dan Brunei sedang gencar
memeriksa dan mencari bukti keterlibatan Presiden. Namun Gus Dur tetap
tenang-tenang saja, kog bisa? Usut punya usut, menurut pengakuannya, telah
menerapkan strategi catenaccio seperti yang digunakan Italia dalam final Piala
Dunia 1982 di Spanyol.
Demokrasi tidak bisa diukur hanya dalam penerapan strategi Catenaccio dalam
ukuran Pansus DPR semata. Dalam demokrasi dan reformasi membutuhkan waktu yang
panjang. Tidak cukup sebulan atau setahun. Ada kalanya penerapan hit and run.
Masih menurut Gus Dur, “sebuah proses demokratisasi itu haruslah diwujudkan
dalam hal ia dapat dilaksanakan. Dengan demikian, disadari bahwa tidak seluruh
aspek harus didemokrasikan dapat diwujudkan pada saat yang bersamaan. Daya
tahan kita sangat diperlukan untuk itu.”
Sistem demokrasi memberikan suka dan duka dalam penerapannya. Perlu waktu
lama dan proses panjang untuk mencapai demokrasi sesungguhnya. Meskipun kita
belum tau demokrasi seperti apa yang sesungguhnya itu. Menilik pesan Gus Dur,
terus menerus memperbaiki sistem demokrasi dipandang usaha yang paling rasional
guna mencapai demokrasi yang sesungguhnya, kita harus bersabar dan tidak
tergesa-gesa.
Tak heran, dalam praktek demokrasi
kerap kali terjadi pro dan kontra dalam berbagai aspek kebijakan dan semakin
lama pandangan kita terkaburkan, seakan demokrasi hanya impian belaka.
Ketergesaan dalam demokrasi dianggap sebagai penyakit kiri kekanak-kanakan
(infantile leftism) oleh V.I Lenin, yang artinya sama saja dengan bunuh diri.
Hal serupa juga dialami negara lain seperti Amerika. Setiap sistem
pemerintahan akan memunculkan polemik dan itu akan terus terjadi. Merujuk
mendiang Winston Churchill, “Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang
banyak kelemahannya, tetapi ia masih lebih baik daripada semua sistem
pemerintahan lain.” Mungkinkah pemerintahan Jokowi sekarang akan mencapai
demokrasi yg sesungguhnya, patut kita nanti!
Selain itu, humor dan wawancara Gus Dur terpapar secara lugas dan lucu dalam buku setebal 183 halaman ini. Sebagai
seorang analisis bola yang menerapkan soccer sosiology dalam birokrasi dan kehidupan, semakin
mencerminkan supremasi Gus Dur. Bahkan, tak salah apabila Gus Dur dijuluki
“Buku Besar kehidupan”. Sebuah penghargaan yang layak disematkan pada diri Gus
Dur itu sendiri.
*) Resensor: Muhammad Septian Pribadi, aktif di
Tebuireng Media Grup dan Sanggar Kepoedang (Komunitas Penulis Muda Tebuireng)
No comments:
Post a Comment