Napoleon Bonaparte pernah
mengatakan, lebih menakutkan bagiku sebilah pena dibandingkan ribuan pasukan
gagah perkasa bersenjata pedang. Bonaparte paham betul betapa luar biasanya
efek sebuah tulisan yang digoreskan oleh tangan-tangan terampil untuk merubah
zaman. Bahkan dengan beberapa kata saja, dalam sekejap, dalam hitungan menit
mampu merubah nasib seseorang.
Tidak hanya sebuah tulisan,
ucapan pun turut memberikan social effect secara universal bagi orang
lain. Tak heran apabila Rosul mengingatkan melalui ucapannya yang dikodifikasi
oleh para sahabatnya, Dua hal yang sering menyeret manusia ke dalam neraka
adalah lidah dan kemaluan. Hasan al-Bashri menuturkan “sesungguhnya lidah orang
mukmin berada dibelakang hatinya, apabila ingin berbicara tentang sesuatu maka
dia merenungkan dengan hatinya terlebih dahulu, kemudian lidahnya
menunaikannya.”
Di era moderen seperti sekarang
ini kebebasan berpendapat adalah hak bagi siapapun, sehingga muncul berbagai
model berpendapat yang sering kita sebut Media Massa. Media massa adalah
wujud kombinasi antara tulisan dan ucapan yang dibungkus dalam satu kesatuan.
Istilah media massa sendiri mulai digunakan pada tahun 1920-an untuk
mengistilahkan jenis media yang secara khusus didesain untuk menggapai
masyarakat yang sangat luas. Dalam perkembanganya media massa bisa disebut juga
sebagai Pers atau komunikasi massa.
McQuail (1999) menjelaskan
komunikasi massa adalah distribusi dan penerimaan informasi dalam skala besar.
Sekali siaran atau pemberitaan jumlah dan lingkupnya sangat luas dan besar.
Masih mengutip McQuail, proses komunikasi masa cenderung dilakukan melalui
model satu arah yaitu komunikator kepada komunikan atau kepada khalayak
sehingga interaksi yang terjadi sifatnya terbatas.
Komunikasi massa adalah aktifitas
sosial yang terjadi di masyarakat. Tak heran apabila komunikasi adalah kegiatan
yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Robert K. Merton
mengemukakan bahwa fungsi aktifitas sosial memiliki dua aspek, fungsi nyata
(manifest function) adalah fungsi nyata yang diinginkan. Kedua fungsi
tersembunyi (latent function) yaitu fungsi yang tidak diinginkan. Sehingga pada
dasarnya setiap fungsi sosial dalam masyarakat memiliki dua efek, fungsional
dan disfungsional.
Media massa kerap kali menjadi
alat paling efektif untuk mempengaruhi masyarakat dan merubah suatu peradaban.
Karena dasar dari fungsi sosial akan berfungsi melahirkan (beiring function)
fungsi sosial lain. Kita ambil contoh dalam pemberitaan pencurian. Disatu sisi
memberikan informasi penting bagi masyarakat untuk lebih waspada dan
berjaga-jaga dalam kehidupan, namun di sisi lain pemberitaan pencurian akan
menimbulkan ketakutan masyarakat apabila tidak diikuti dengan perbaikan
keamanan. Dan nantinya akan memunculkan model-model pencurian yang baru.
Tidak cuman itu, media massa
seperti sinetron, infotainment, dan semacamnya menjadi referensi masyarakat
dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Sehingga membawa masuk masyarakat kepada
suatu pola kebudayaan baru dan memprogram pola pikir masyarakat dan tanpa
disadari media massa mencipatakan jadwal hidup bagi masyarakat.
Kita tidak menafikan fungsi media
massa yang memberikan efek positif masyarakat. Tapi satu hal yang tidak boleh dilupakan
adalah adanya efek negatif yang ditimbulkan oleh media massa. Tak heran apabila
perkembangan masyarakat dalam kehidupan tergantung tayangan yang sering
disajikan oleh media massa. Secara sosio-psikologis, arus informasi yang terus
menerus menerpa kehidupan akan menimbulkan berbagai pengaruh terhadap
perkembangan jiwa, khususnya untuk anak-anak dan remaja. Pola prilaku mereka
berangsur-angsur melenceng dari perkembangan norma-norma yang berlaku apabila
tayangan atau informasi yang mestinya dikonsumsi orang dewasa sempat ditonton
oleh anak-anak (Amini, 1993).
Jika memang demikian, media massa
patut berhati-hati dalam setiap tayangan yang ditampilkan. Dan bukan tidak
mungkin media massa yang menampilkan siaran atau acara tanpa filter menjadi tersangka
dalam perkembangan baik dan buruknya moral masyarakat. Karena seseorang
biasanya akan meniru segala sesuatu yang berhubungan dengan idolanya baik dalam
berpakaian, berpenampilan, berbicara yang mencermikan diri idolanya
(Trimarsanto, 1993).
Tidak cukup sampai disitu, media
massa berupa tayangan dalam telivisi mampu merubah sikap masyarakat menjadi
praktis dan konsumerisme. Dengan adanya berita via elektronik dapat menimbulkan
sikap yang senantiasa tidak puas dan gaya hidup yang serba praktis dan instant.
Sehingga gaya hidup yang demikian ini mampu membunuh kreatifitas anak bangsa.
Tayangan TV yang menyajikan
gemerlap dan kenikmatan secara non-stop membuat menurunya budaya belajar bagi
generasi muda. Perlahan namun pasti tayangan media massa secara sedikit demi
sedikit mampu merebut hati generasi muda dalam melahap informasi dari berbagai
sumber, baik nasional maupun internasional yang terkadang kurang pas dengan
budaya bangsa timur.
Sekarang masyarakat mampu
menilai, apakah media massa di Indonesia
memang benar-benar menjadi agen perubahan positif? Atau malah aktor biang
keladi perubahan besar-besaran dan masif menuju keterpurukan moral masyarakat
dan anak bangsa? Kita tidak menafikan perjuangan media massa lain yang
bercita-cita memperbaiki moral rakyat Indonesia. Sehingga mereka yang
berkesungguhan hati mencapai kemulian dan penuh tanggung jawab ini patut
dilesatarikan dan terus dipromosikan.
Oleh karena itu, peran orang tua,
teman, pelajar, guru dan masyarakat yang lain dalam memfilter informasi bagi
generasi yang belum cakap dalam menerima informasi menjadi peranan penting nan
vital dalam perkembangan moral masyarakat di wilayah grass root. Dan juga peran
pemerintah dalam mengawasi setiap tayangan telivisi yang mampu menimbulkan
degradasi moral adalah perbuatan yang sangat terpuji dan niscaya. Sekarang dan
nanti kita tegaskan bahwa kebebasan adalah keterbatasan, kita yang memulainya
atau mereka yang mengakhirinya?
*Wujud kepedulian sebagai
masyarakat Indonesia dalam Memeperingati Hari Pers Nasional Indonesia
#HopeIndonesiaBatter
No comments:
Post a Comment