Update

Total Football ala Gus Dur*

Monday 8 December 2014


Menampilkan gus dur dan sepak bola.jpg

Judul buku: Gus Dur Dan Sepakbola
Penulis: Mustiko Dwipoyono, dkk
Penerbit: Imtiyaz
Cetakan: I, September 2014
Tebal: 183 Halaman

Rabu, 30 Desember 2009 menjadi hari yang tidak akan pernah dilupakan oleh bangsa Indonesia, tepat pukul 18.45 sosok kontroversial yang dibenci sekaligus dicinta KH. Abdurrahman Wahid menghembuskan nafas terakhir di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta.

Selepas kepergian sang “Guru Bangsa”, rakyat Indonesia merasa sangat kehilangan. Berbagai program dan kegiatan yang berhubungan dengan GD ramai bermunculan sebagai wujud rindu dan cinta. Misal, komunitas Gus Durian, seminar pemikiran Gus Dur, ziarah makam GD, Haul GD, buku-buku seputar GD juga turut bermunculan. Salah satunya Gus Dur dan Sepakbola.

Sepak bola adalah olahraga terpopuler di jagat raya saat ini. Setiap Benua, negara, provinsi, bahkan tingktan desa memiliki tradisi sepak bola. Tak heran apabila animo masyarakat terhadap olahraga ini sangat luar biasa. Ibarat satu daya magnetik besar bagi setiap elemen masyarakat. Tidak pandang dia kaya atau miskin, tua atau muda, pria atau wanita, sepak bola tetap bisa dinikmati oleh siapapun.

Lebih dari itu, sepak bola tidak sekedar berlari dan menendang bola, teknik dan strategi bermain menjadi hal yang tidak terpisahkan dan menarik untuk dianalisa. Catenaccio, total football, hit and rush adalah beberapa teknik yang diterapkan di atas lapangan hijau. Tak heran seorang pelatih dituntu memenangkan perdebatan mengenai strategi, kalau ingin sukses dalam kompetisi akbar seperti piala dunia.

Lalu apa hubungan Gus Dur dan sepak bola? Sebagian orang mungkin memahami Gus Dur adalah budayawan, politisi, kiai, cendikiawan,ulama, intelektual. Namun sedikit yang tau bahwa GD adalah seorang gibol (gila bola) dan pengamat jeli serta tajam. Gus Dur hafal betul jatidiri pemain berikut nomer punggungnya, ia juga memahami spesialisasi taktik pelatih, hingga fakor internal dan eksternal sebuah kesebelasan. Hal ini terbukti dengan jelinya tulisan-tulisan Gus Dur menghiasi media massa semenjak tahun 1982-2000.

Gus Dur tidak mahir dalam menggolah kulit bundar, tapi beliau fasih benar kalau sudah ngomong sepak bola. Bahkan sering lupa waktu. Di antara kiai yang sanggup mengimbangi pengetahuan Gus Dur tentang sepak bola adalah KH. Sya’roni Ahmadi, Kudus. “Kalau Gus Dur ketemu Kiai Sya’roni dan bicara tentang si kulit bundar, bisa betah berjam-jam,” tutur Gus Mus. Rais Aam Syuriyah PBNU ini juga mengenang bahwa Gus Dur selalu bersemangat mengamati dan menganalis permainan sepak bola manakala di Mesir. (Halaman 163)

Demokrasi Total Football Bersama Gus Dur

Kecerdasan Gus Dur dalam memahami bola sangat luar biasa. Analisa strategi setiap kesebelasan diterapkan dalam kehidupan berpolitik. Salah satunya adalah demokrasi Total Football ala Gus Dur. Menurutnya proses demokrasi di Indonesia perlu menerapkan strategi total football untuk mencapai demokrasi yang sesungguhnya.

“Strategi total football harus diterapkan secara kreatif dalam kehidupan kita sebagai bangsa. Dalam satu hal, kita menggunakan strategi catenaccio, sedang dalam hal lain strategi hit dan run. Bahkan, kadang kita menggunakan strategi total football dan siapa tahu kita juga memeragakan bola Samba kesebelasan Brasil.” (Halaman 155)

Bukti kecerdasan Gus Dur dalam aplikasi total footbal adalah strategi pertahanan grendel (catenaccio) ketika Pansus Bulog dan Brunei sedang gencar memeriksa dan mencari bukti keterlibatan Presiden. Namun Gus Dur tetap tenang-tenang saja, kog bisa? Usut punya usut, menurut pengakuannya, telah menerapkan strategi catenaccio seperti yang digunakan Italia dalam final Piala Dunia 1982 di Spanyol.

Demokrasi tidak bisa diukur hanya dalam penerapan strategi Catenaccio dalam ukuran Pansus DPR semata. Dalam demokrasi dan reformasi membutuhkan waktu yang panjang. Tidak cukup sebulan atau setahun. Ada kalanya penerapan hit and run. Masih menurut Gus Dur, “sebuah proses demokratisasi itu haruslah diwujudkan dalam hal ia dapat dilaksanakan. Dengan demikian, disadari bahwa tidak seluruh aspek harus didemokrasikan dapat diwujudkan pada saat yang bersamaan. Daya tahan kita sangat diperlukan untuk itu.”

Sistem demokrasi memberikan suka dan duka dalam penerapannya. Perlu waktu lama dan proses panjang untuk mencapai demokrasi sesungguhnya. Meskipun kita belum tau demokrasi seperti apa yang sesungguhnya itu. Menilik pesan Gus Dur, terus menerus memperbaiki sistem demokrasi dipandang usaha yang paling rasional guna mencapai demokrasi yang sesungguhnya, kita harus bersabar dan tidak tergesa-gesa.

 Tak heran, dalam praktek demokrasi kerap kali terjadi pro dan kontra dalam berbagai aspek kebijakan dan semakin lama pandangan kita terkaburkan, seakan demokrasi hanya impian belaka. Ketergesaan dalam demokrasi dianggap sebagai penyakit kiri kekanak-kanakan (infantile leftism) oleh V.I Lenin, yang artinya sama saja dengan bunuh diri.

Hal serupa juga dialami negara lain seperti Amerika. Setiap sistem pemerintahan akan memunculkan polemik dan itu akan terus terjadi. Merujuk mendiang Winston Churchill, “Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang banyak kelemahannya, tetapi ia masih lebih baik daripada semua sistem pemerintahan lain.” Mungkinkah pemerintahan Jokowi sekarang akan mencapai demokrasi yg sesungguhnya, patut kita nanti!

Selain itu, humor dan wawancara Gus Dur terpapar secara lugas dan lucu  dalam buku setebal 183 halaman ini. Sebagai seorang analisis bola yang menerapkan soccer sosiology  dalam birokrasi dan kehidupan, semakin mencerminkan supremasi Gus Dur. Bahkan, tak salah apabila Gus Dur dijuluki “Buku Besar kehidupan”. Sebuah penghargaan yang layak disematkan pada diri Gus Dur itu sendiri.


*) Resensor: Muhammad Septian Pribadi, aktif di Tebuireng Media Grup dan Sanggar Kepoedang (Komunitas Penulis Muda Tebuireng)

No comments:

Post a Comment

 

Most Reading

Sidebar One