Judul Buku : Bukti-bukti Gus Dur itu Wali
Penulis : Achmad Mukafi Niam & Syaifullah
Amin
Tahun Terbit : Cetakan I,II,III (Januari 2014,
Maret 2014, Oktober 2014)
Penerbit : renebook
Tebal : 223 halaman
Harga : Rp 45.000
“Di tengah
perjalanan, tepatnya di daerah Losari, sekitar pukul 01.00 dini hari, Gus Dur
meminta sopirnya untuk kembali menuju ke makam Sunan Gunung Jati yang berada di
kompleks Astana Gunung Sembung, Cirebon. ‘Saya baru saja dipanggil Sunan Gunung
jati,’ kata Gus Dur. Seluruh anggota rombongan terdiam.” (halaman 22)
Buku seri
biografi tentang bukti-bukti Gus Dur itu Wali mencoba mengeruaikan sejarah
panjang kehidupan Gus Dur yang penuh dengan kejadian aneh dan diluar nalar. Lewat
99 persaksian tak terbantahkan dari sahabat, orang dekat, kolega, dan keluarga,
Achmad Mukafi dan Syaifullah Amin, penulis mencoba menyajikan sisi seorang Gus
Dur yang tidak banyak orang tahu dalam sebuah karya tulisan dalam bentuk buku.
Menurut perspektif
sebagian masyarakat menganggap Gus Dur adalah seorang wali. Kewalian Gus Dur
bukan tanpa perhitungan rasional, terbukti dalam polling yang dilakukan oleh
penulis melalui laman NU Online antara 30 Desember hingga 11 Februari 2011
tentang Gus Dur seorang wali, 49 persen percaya Gus Dur wali, 27 persen
mempercayai Gus Dur orang cedas dan multibakat, 18 persen menganggap Gus Dur
orang biasa, dan 6 persen mengaku tidak tahu.
Penyematan gelar
wali kepada Gus Dur bukan tanpa alasan. Pada kenyataanya GD memiliki kemampuan
di atas rata-rata orang normal. Kemampuan intelektualnya yang superlatif,
nyata, jelas, dan memiliki keunggulan supremasi dalam berbagai bidang
membuatnya fasih dalam menganalisa dan membaca keadaan. Sehingga muncul
keistimewaan “weruh sak durunge winarah” mengetahui suatu kejadian sebelum
kejadian itu terjadi.
Pada 26
Desember 2004, secara tiba-tiba bencana tsunami yang mengerikan
meluluhlantahkan Aceh. Ratusan ribu nyawa melayang dan nasib ratusan ribu
rakyat lainnya mengenaskan. Mereka kehilangan harta dan keluarga.
Beberama minggu
sebelumnya, tepatnya di Masjid Agung Demak, H. Sulaiman diperintahkan melalui
telepon (oleh Gus Dur) untuk membuka al-Quran dan membaca ayat tepat di halaman
yang dibuka pertama kali. Halaman yang terbuka waktu itu adalah Surah Nuh,
meceritakan tentang banjir besar yang melanda dan menghabiskan umat Nabi Nuh.
H.sulaiman pun
bertanya kepada Gus Dur tentang makna surah yang dibacanya itu. “Akan ada
bencana besar yang menimpa Indonesia,” kata GD, tetapi tidak menyebutkan secara
detail di mana dan kapan, serta apa bentuk bencananya. Tak lama setelah itu
terjadi tsunami yang besar di Aceh. Dunia heboh, korban berjatuhan. (halaman 83)
Tak ada yang
mengetahui dari mana Gus Dur mengetahui bencana sebelum bencana itu muncul. Kemudian
muncul pertanyaan, apakah benar Gus Dur seorang wali? Dalam tradisi masyarakat
Jawa, ada kalanya masyarakat memiliki kecondongan dalam menilai perilaku
seseorang. Tingkah laku atau ucapan seorang pemimpin yang nyeleneh atau di luar
nalar dan berujung pada “real happen or fact” dapat menumbuhkan keyakinan bahwa
orang tersebut memiliki karomah.
Cerita Wali
Songo dengan semua karamah yang dimiliki, seperti mengubah buah kolang-kaling
menjadi emas, memunculkan sumber air, menyembuhkan penyakit, menebak pikiran,
atau muncul di beberapa tempat diwaktu yang bersamaan merupakan gambaran umum
para wali di Indonesia. Kemampuan spiritual ini seolah menjadi syarat seseorang
memperoleh julukan wali.
Menurut KH.
Said Aqil Siradj, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terdapat dua
kategori dalam derajat kewalian, yaitu waliyullah dan wali huquqillah.
Waliyullah adalah derajat wali yang pencapaian kewaliannya tidak melalui
prosedur normatif lewat cara riyadhah atau tirakat dan lain-lain. Derajat ini
didapatkan langsung melalui pengangkatan oleh Allah tanpa usaha. Contohnya adalah
Ibrahim bin Adham dan Gus Dur.
Wali huquqillah
merupakan derajat kewalian yang dicapai dengan cara normatif atau berproses
melalui kehidupan sufi. Secara teoritis seseorang harus melalui berbagai
tahapan seblum akhirnya menjadi wali. Contohnya Ibnu Sina dan Ibnu Arabi. Keduanya
meniti jalur filsafat, lalu masuk ke dunia sufi, dan kemudian melakukan riyadah
dan mujahadah.
KH. Dr. Lukmanul
Hakim, menilai tanda-tanda kewalian ada pada diri Gus Dur. “Beliau itu tidak
memiliki rasa takut dan susah,” ujarnya. Menurutnya Gus Dur adalah orang yang
dikenal memiliki keberanian dalam menghadapi berbagai penderitaan. “Semoga yang
kita husnuzhan-kan benar” katanya. (halaman 3)
Buku setebal
223 halam ini, menyajikan kisah-kisah Gus Dur yang menakjubkan dan mendebarkan
tentang kisah-kisah yang terjadi pada Gus Dur. Lewat buku ini pula kita dapat
belajar akan perjuangan cucu Sang Pendiri NU yang telah sukses menjaga keutuhan
NKRI dan mengajarkan masyarakat tentang keuletan GD dalam menghadapi berbagai
masalah dalam hidup khususnya dalam bidang pluralisme. Selamat membaca!
*) Muhammad Septian Pribadi, Aktif
di Tebuireng Media Grup dan Sanggar Kepoedang (Komunitas Penulis Muda Tebuireng),
tinggal di PP Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
No comments:
Post a Comment