Update

Indonesia Akhiri HIV/AIDS*

Monday 1 December 2014



Setiap penyakit pasti ada obatnya. Jargon motivasi yang sering menggema di telinga. Penyakit dalam pengertian kamus besar indonesia adalah sesuatu yang menyebabkan terjadinya gangguan pada makluk hidup, atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh bakteri, virus, kelainan sistem atau jaringan pada organ tubuh.

Penyakit menular, dalam bahasa ilmiah disebut epidemic. Epidemic berjasa besar dalam progresifitas ilmu kesehatan. Tanpa hadirnya epidemic, ilmu kedokteran tentu tidak berkembang. Jika ditelusuri lebih dalam, epidemic bisa disebabkan oleh kehadiran virus. Tak salah kalau virus menjadi “tokoh” perkembangan ilmu kesehatan juga.

Berjasa belum tentu dicinta, seperti itulah virus. Meski memiliki peran dalam perkembangan ilmu kesehatan, kehadirannya menimbulkan banyak kekhawatiran. Berbicara virus, salah satu tokoh “virus” adalah Adolf Meyer warga negara Jerman. Tahun 1883 menyelidiki fenomena pada daun tembakau yang terjangkit penyakit. Dalam kesimpulannya, Adolf mengatakan, penyebab gejala pada daun tembakau adalah organisme yang ukurannya jauh lebih kecil dari bakteri, yaitu virus.

Satu-satunya hal yang bisa dilakukan virus adalah berproduksi. Sebut saja penyakit AIDS (Acquired Immune-Deficiency Syndrome) yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Epidemi mematikan yang menyerang populasi manusia dan berhasil memusnahkan ribuan nyawa diberbagai tempat ini, memperoleh perhatian tinggi komunitas kesehatan dunia. Sehingga perlu ada tindakan preventif agar tidak bertambah korban.

Asal Muasal dan Manipulasi

Teori monyet hijau, sebagai dalil awal munculnya virus HIV/AIDS mendapat sangkalan dari berbagai pihak meski banyak pihak masih percaya dan berpegang teguh pada teori ini. Epidemic ini sebenarnya bukan berasal dari simpanse, tetapi ciptaan para ilmuwan yang kemudian diselewengkan melalui rekayasa tertentu untuk memusnahkan etnis tertentu (Jerry D. Gray: 2006).

Kemudian liputan-liputan media tahun 1999, teori monyet hijau dialihkan dengan teori simpanse luar afrika. Filogenetik  virus primata pembawa virus HIV yang melompat dari simpanse ke manusia menjadi dalil komunitas ilmiah untuk propaganda penyakit AIDS. Berkoar-koar menyatakan ini bukan buatan manusia.

Tiga puluh persen penduduk kulit hitam di New York City percaya bahwa AIDS adalah “senjata etnis” yang didesain di dalam laboratorium untuk menginfeksi dan membunuh kalangan kulit hitam (The New York Times: 29 Oktober 1990).

Jika benar adanya maka pihak bersangkutan harus bertanggung jawab penuh dalam hal ini.  Masyarakat berhak menuntut dan ber-amarah atas sikap tidak berprikemanusiaan. Terlepas dari itu, HIV/AIDS kini telah menjadi “bubur”. Sudah terjadi di berbagai tempat dan tak terbendung. Hal yang paling penting adalah tentukan sikap preventif dan penyembuhan (healing) pada ODHA (Orang Dengan HIV AIDS).


Harapan  Besar

Berbagai institusi dibentuk dan penjalinan kerja sama ditumbuhkan sebagai wujud keseriusan dunia dalam menghadapi spesies epidemi satu ini.  Beberapa pendukung ditelurkan, seperti organisasi utama dalam menanggani HIV/AIDS secara global adalah UNAIDS (United Nations Programme on HIV and AIDS). Pendukung utama yang bermarkas di Jenewa, Switzerland ini bertugas memimpin, memperkuat dan mendukung respon yang meluas terhadap HIV dan AIDS.

Di Indonesia ada KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) yang berperang melawan HIV/AIDS. Seiring berjalannya waktu, terjadi revitalisasi KPAN tahun 2005, yang mendorong hadirnya Perpres no.75 tahun 2006 tentang pembentukan KPAN dan Permendagri No.20 Tahun 2007. Munculnya putusan-putusan tersebut mendorong pengembangan KPAP (Provinsi) dan KPAD (Daerah) dalam gegap gempita menghadapi HIV/AIDS bersama-sama.

Dunia bisa sedikit tersenyum dengan munculnya harapan segera musnahnya HIV/AIDS. Pasalnya terselenggara Even 20th Internasional AIDS Conference (Konferensi AIDS Sedunia) pada bulan Juli 2014 di Australia yang membedah, membahas dan mendiskusikan topik HIV dan AIDS. Lewat konferensi ini, mencetuskan gagasan menarik, yaitu “We Can end AIDS by 2030”.

UNAIDS melampirkan publikasi konferensi ini (2014) dengan judul “The Gap Report” kepada dunia. Mereka opitimis dengan memberantas habis AIDS pada tahun 2030. Hal ini didukung oleh beberapa fakta yang mendekatkan kita pada harapan besar tersebut. Harapan-harapan nyata itu adalah:

Ø  Jumlah kasus infeksi baru menurun.
Ø  Satu langkah lagi untuk meniadakan infeksi baru pada anak.
Ø  Lebih banyak ODHA yang mengetahui status HIV-nya dan menerima terapi HIV (terapi ARV)
Ø  Jumlah kematian yang disebabkan/terkait AIDS menurun.

Menurut Michel Sidibe, Executive Director UNAIDS, problema AIDS sekarang ini adalah bagaimana kita menutup kesenjangan antara orang-orang yang bergerak maju dan orang-orang yang tertinggal? Melalui The Gap Report ini kita memberikan informasi dan analisis kepada orang orang yang tertinggal.

Masih Sidibe, dari 35 juta orang yang hidup dengan HIV di dunia, 19 juta tidak tahu status HIV-positif mereka. Dan terhitung 1 dari 4 wanita terkena infeksi HIV baru di Sahara, Africa. Tahanan lebih rentan terkena HIV, TBC dan Hepatitis B dan C daripada masyarakat biasa. Memperhatikan orang yang tertinggal berarti menutup kesenjangan antara orang yang bisa mendapatkan jasa dan orang yang tidak bisa, orang-orang yang dilindungi dan orang-orang yang dihukum. Bekerja bersama-sama, Working together, ending the AIDS epidemic is possible, and it will take leaving no one behind, pungkasnya.


Bagaimana Indonesia Hadapi AIDS?

Harapan adalah hal yang tidak boleh hilang dalam diri seseorang. Harapan-harapan yang disertai sikap empiris adalah keniscayaan dalam tindakan. Melalui pemerintahan baru Jokowi-JK, dan jargon “A New Hope” tidak boleh stagnan. Trobosan menyehatkan bangsa guna menyelamatkan masa depan bangsa harus menjadi perhatian khusus kabinet baru.

Kemunculan BPJS Kesehatan yang juga dikenal Jaminan Kesehatan Nasional adalah salah satu alat preventif dalam menanggulangi AIDS. Pada tahun 2013 melalui Perpres No 12 Tahun 2013 terjadi revitalisasi jaminan kesehatan. Siapa saja berhak mendapat jaminan berupa perlindungan kesehatan agar memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan memenuhi kebutuhan dasar kesehatan, yang diberikan kepada yang sudah membayar iuran atau iurannya dibayar pemerintah.

Melalui kartu “sakti” Indonesia Sehat akankah Indonesia mampu memberanta HIV/AIDS secara tuntas? Perlu kita nanti. Sebagai warga negara yang baik, tentulah kita turut berpartisipasi dalam menutup kran epidemic AIDS. Beberapa usulan yang bisa digunakan pemerintah dalam merespon penyakit yang satu ini.

Ø Perhatian lebih pada lembaga KPA. Dalam hal ini pemerintah diharapkan memberikan perhatian lebih terhadap lembaga-lembaga yang berperan langsung dalam memberantas AIDS. Bisa dengan membentuk korporasi antar KPA dan Dinkes dengan tupoksi yang jelas dan terarah. Selain itu KPA perlu terus dikembang biakkan menjadi multi sektor untuk mempercepat dan efisien dalam penanggulangan ODHA di berbagai tempat.

Ø Perencanaan Kerja dan Anggaran yang Jelas serta Terukur. Perencanaan yang baik akan memberi dampak positif dan terus dikembangakan melalui evaluasi secara continue untuk mencapai kinerja terbaik. Akan tetapi dokumen-dokumen itu tidak tersedia. Kondisi KPA daerah banyak yang tidak memilik anggaran AIDS khusus, selain dari Kemenkes.

Ø Pembentukan Roadmap Penanggulangan AIDS. Melalui data yang valid, perencanaan akan bisa terwujud. Proses perencanaan ini dilakukan secara partisipatif dan terbukan pada level kabupaten/kota. Sehingga perencanaan bisa dilakukan melalui pencegahan dan pengobatan.

Ø Peran Wanita dalam Penanggulangan HIV/AIDS. Menurut aktifis gender dan AIDS, Esti Susanti, adalah perlu dimasukkan perempuan dan pelibatan masyarakat. Karena epidemi HIV/AIDS sekarang berkembang di kalangan perempuan. Sikap berani dan partisipatif masyarakat juga turut diharapkan untuk menekan laju epidemi satu ini dan mencapai Tree Zero (Zero new Infection, Zero death related HIV/AIDS, zero descrimination PLHIV).

Ø Penerapan Antiretroviral Therapy (ART). Terapi melalui ART ini dapat mengurangi viral load yaitu jumlah HIV dalam aliran tubuh kita. Dan nyatanya obat penyembuh infeksi HIV belum ditemukan. Menurut data UNAIDS negara tingkat penularan HIV di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dengan tinggi dan rendah cakupan ART pada tahun 2013. Cakupan paling rendah terapi ART adalah Pakistan, kemudian Tunisia, Egypt dan indonesia berada diurutan ke-7. Dan cakupan tertinggi terapi ART disabet oleh Guyana, Papua nugini, Argentina. (The Gap Report, hal 286). Dengan peringkat ke-7 paling rendah cakupan ART-nya Indonesia patut waspada dan meningkatkan pelayanan ART.

*Happy HIV/AIDS Day, 1th December 2014, We Can End it Together! 

No comments:

Post a Comment

 

Most Reading

Sidebar One