Update

"Lima" Rintihan Imam as-Syafii*

Friday 10 April 2015


Imamuna as-Syafii (Rahimahullah) setidaknya pernah mengeluhkan dua hal dalam hidupnya. Pertama, kesukaaran (Difficulty) dalam menghafal yang kemudian dikonsultasikan pada guru spiritualnya, Imam Waqi’. Untuk mencapai derajat kesempurnaan dalam menghafal tinggalkanlah maksiat. Ucap imam Waqi’ pada Imam Syafii (Syakautu ilal Waqi’ an Suui Hifdzi wa Arsyadani ilaa Tarkil Ma’ashii).

Kegundahan Imam Syafii terbantah! Orang Barat atau Western People, kenapa dalam ranah keilmuan lebih progresif dan unggul padahal mereka setia pada kemaksiatan ketimbang para santri yang senantiasa merawat dirinya dengan tirakat, wirid dan semacamnya? Jawabannya adalah satu, bahwa usaha lahiriyah orang barat lebih serius dan intens ketimbang para santri yang lebih banyak bersantai ria dan hanya menggandalkan usaha spiritualitas lalu berharap ketiban ilmu laduni tanpa perlu menelaah keilmuan dengan khusyuk.
Suatu ketika seorang sahabat sowan kepada Sayyidina Usman bin Affan (Rahimahullah) mengadukan persoalannya tentang keilmuan. Lantas Usman menjawab “masih ada kemaksiatan di matamu.” Sahabat yang mengadu merasa terkejut, wahai Sayyidina Usman, bagaimana engkau tahu tentang itu, padahal aku tak mengatakan perihal itu. Apakah itu ilham ba’da bi’sah Rasul? “Tidak, ini hanya firasat seorang mukmin (Irfaniyah),” ujar Usman. Kesucian batiniyah tidak hanya membuka tirai ilmu lahiriyah, tapi batiniyah juga. Derajat yang tidak sembarang manusia mampu menjangkaunya kecuali orang-orang yang rohaninya terpelihara.

Bahwa perbandingan itu secara adil bisa disandingkan dengan kejeniusan orang barat dengan  catatan, santri ini sama-sama menelaah keilmuan secara intens dan serius serta menjaga ‘afifah jiwanya. Tentu dan pasti, kemajuan dan kesuksesan didapat si-santri tersebut, niscaya.

Kedua, kegelisahan dirinya dalam minimnya derajat kebaktian diri pada Allah SWT. Dalam hal ini, Imam Syafii tidak mengkonsultasikan pada gurunya lagi namun membuat formulasi standar kebaikan. Siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka dia orang yang celaka. Siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, dia orang yang rugi. Dan siapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, sesungguhnya dia orang yang beruntung.

Saya mohon para hadirin untuk tidak terlalu cepat menilai atau salah paham. Saya ingin berkomentar perihal yang terbaik. Pertama, Al-Qaeda yang dipimpin oleh Osamah bin Laden dengan segala kekakayaanya dan keseriusannya membela Islam dengan berani menyewa pesawat untuk menghantam gedung WTC (World Trade Center) di Amerika. Sebagai peringatan atas kebuasan buta negara Adi Kuasa itu terhadap Palestina. Mereka tidak hanya membunuh tentara Palestina saja. Ayah, ibu, anak kecil tanpa dosa dibantai habis-habisan. Bahkan wilayah Palestina turut direngut.

Dengan dalih toleransi dan HAM, kita sangat ramah pada pemeluk agama lain. Bersanding bak saudara rahim dan memuliakan mereka setinggi-tingginya, tajam ke dalam tumpul ke luar. Lantas kenapa kita terdiam saat saudara muslim kita dibinasakan tanpa ampun di tanah Palestina? Bukankah pembunuhan massal seperti itu telah melanggar HAM dan toleransi? Ketika penembakan redaksi Charlie Hebdo, hampir 3 presiden negara Eropa  menghujat Islam, termasuk Obama. Tapi kenapa tak ada yang membela saat Palestina dibombardir tanpa ampun, lebih-lebih Obama?

Mungkin menurut tinjauan manusia al-Qaeda kaum radikalis dan bengis tapi belum tentu di mata Tuhan mereka sama seperti apa yang kita pikirkan. Dalam tinjauan keimanan, manakah yang terbaik mereka yang bereaksi nyata atau kita yang terdiam membisu?

Kedua, Jamaah Tabligh. Berkelana dari satu masjid ke masjid lain. Saya tahu benar kekurangan jamaah Tabligh, setidaknya mereka punya aksi faktual dengan mengajak masyarakat sholat berjamaah di masjid-masjid dan musholla. Mereka menghimbau untuk turut serta menjejakkan kakin menuju rumah Allah hanya untuk ta’abbud bersama. Selebihnya terserah mereka, mau berqunut atau tidak, shalat sunnah atau tidak, membaca ayat iftitah silahkan, terserah. Hal yang terpenting mereka  mau shalat di masjid atau mushalla.

Sekali lagi kita mengambil sisi yang terbaik saja. Jika mereka (red-Jamaah Tabligh) rela, sanggup melakukan amar ma’ruf seperti itu bagaimana dengan kita. Hirau tetangga kanan-kiri, apakah kita pernah meloncat pagar tetangga lalu mengetuk pintu mereka hanya untuk bertanya “apakah sudah shalat?”. Kiai, ustadz, guru sekalipun memilih apatis dan bungkam pada hal yang sepele seperti itu.

Ketiga, perspektif negatif sering kali muncul di benak masyarakat manakala melihat wanita bercadar. Sok suci, teroris, aneh, asing dan seterusnya tumbuh di pikiran saat melihat wanita berburqa. Sekarang silahkan lihat kitab Fathul Qarib! Aurat wanita diluar shalat adalah seluruh bagian tubuh selain wajah dan telapak tangan. Kita mafhum menutup aurat adalah perintah Tuhan dan  wajib hukumnya.

Siaran entertainment di telivisi kerap nongkrong di tangga rating tertinggi. Artinya, tayangan yang menyajikan gemerlap dan hiburan menjadi konsumsi favorit mayoritas masyarakat kita. Dangdut adalah salah satunya. Tarian erotis, tari pinggul, goyang payudara dan semacamnya menjadi sajian khas untuk menumbuhkan syahwat birahi dalam jiwa manusia. Tak mengherankan apabila dangdut tumbuh subur karena viewers melonjak naik setiap waktunya.

Mohon maaf, saya juga pernah mengkaji fiqih. Dalam kajian fiqih sebuah lukisan farji saja, tidak dihukumi haram karena tidak mengambarkan tubuh manusia atau hukum mubah melihat aurat melalui pantulan kaca. Fiqih semacam ini adalah fiqih mentah tanpa bumbu moralitas, meskipun tercantum dalam kitab-kitab tersebut. Saya harap masyarakat tidak mengaplikasikan hukum yang minus terhadap moralitas.

Larangan melihat dangdut sudah saya dengungkan pada keluarga. Saya sudah sampai pada ijtihad final bahwa dangdut hukumnya haram. Jangan sekali-kali melihat dangdut! Minimal larangan itu saya sampaikan pada keluarga karena menjaga diri dan keluarga adalah prioritas utama dan pertama untuk hidup lebih maslahah. Kebanyakan tidak ada televisi dirumah Jamaah Tabligh. Mafsadah lebih besar mengemuka daripada maslahah dari kotak hitam berlayar itu.

Para hadirin yang saya hormati, cukup melarang keluarga kita untuk menyaksikan dangdut erotis. Andaikan seluruh keluarga kita mampu untuk tak menyaksikan acara dangdut semacam itu, bisa dipastikan rating perhelatan dangdut akan mengalami collapse sampai kehilangan sponsor dan akhirnya bangkrut. Sekali lagi semoga ini menjadi bahan renungan bersama. Wallahu 'alam bi as-Showab.


*Khutbah Dr. KH. Mustain Syafii, Jumat, 10 April 2015 dan sedikit Adendum.

No comments:

Post a Comment

 

Most Reading

Sidebar One